(POLA PENDIDIKAN DI INDONESIA YANG HARUS DIUBAH)

PENGINTELEKTUALAN BANGSA DARI BANGKU PENDIDIKAN
by NURJAYANTI
        Pendidikan merupakan kebutuhan mutlak bagi setiap individu di zaman modern seperti ini. Rasanya orang yang tak memiliki pendidikan tak akan mampu bertahan dalam seleksi kehidupan yang semakin ketat dan sesulit sekarang ini. Kemana pun kita melangkah, setidaknya kita dapat menulis dan membaca untuk tidak tersesat di tempat yang baru kita kunjungi. Namun, untuk bersaing dalam kehidupan yang sesungguhnya, menulis dan membaca saja rasanya tidak cukup, kita juga harus memiliki keterampilan berbahasa, berhitung, dan keterampilan lainnya yang dapat menunjang kita untuk mendapatkan uang sebagai kebutuhan mutlak saat ini.
      Saat kita menengok ke dalam sekolah-sekolah, anak-anak akan berlomba-lomba mendapatkan nilai tertinggi. Namun, apakah ketika mereka mendapatkan nilai tertinggi di kelas itu dapat menjamin dirinya menguasai materi sesuai yang diharapkan? Praktiknya, penulis sering menemukan tindakan siswa yang hanya berlomba meraih nilai tertinggi dengan menerapkan segala cara agar dapat lulus dalam semester atau ulangan bahkan UN. Sehingga, ilmu tak menjadi hal yang sangat diperhatikan yang penting memiliki nilai tinggi dan dapat di atas batas kelulusan. Dan, apakah Indonesia akan melahirkan anak-anak yang intelektual jika hanya bersaing nilai tanpa bersaing dalam ilmu yang sebenarnya?. Kita harus melakukan perubahan, berubah menjadi menusia-manusia cendik yang mampu bersaing di kanca internasional, yang bukan hanya sebagian orang, tetapi seluruhnya. Selain itu Mengapa pola penilaian dari angka harus ditinggalkan untuk menuju kata? Sudah terlalu lama kita mereduksi manusia menjadi sekadar angka-angka statistik saja sehingga membuat penulis berpendapat bahwa pendidikan kita yang selama ini berorientasi pada nilai atau angka-angka menurut saya itu salah, pelajar dididik agar belajar demi satu ijazah merupakan kesalahan yang sangat fatal dan harus diubah demi kemajuan pendidikan Indonesia.
         Cara penilaian yang kurang akurat dan terkadang pilih kasih sering membuat siswa yang merasa dirinya mampu dan mendapat nilai yang tidak memuaskan dapat menjatuhkan mental siswa tersebut, sedang siswa yang kurang mampu memahami materi atau bahkan jarang masuk ke Kelas mendapatkan nilai bagus itu malah tambah membuat anak ini malas. Biasanya, faktor seperti ini dipengaruhi melalui pendekatan ke Guru atau adanya kekuasaan yang dimiliki orangtua siswa. Sehingga, Guru merasa terpaksa memberikan nilai tinggi kepadanya atau sekedar mencari muka di depan orangtua siswa tersebut.
         Penulis pernah bertanya kepada salah seorang guru tentang pandangannnya mengenai pola penilaian di sekolah, apakah sudah mantap atau belum. Dan jawaban yang penulis dapatkan adalah “Sebenarnya format penilaian sudah cukup bagus, hanya saja proses penilaiannya yang tidak berjalan sesuai rel yang ditentukan, disatu sisi kita ingin penilaian yang baik demi mendapatkan kualitas SDM yang mantap tapi disisi lain, kita takut dan kasihan kalau saja anak atau siswa kita tidak lulus, jadi dilematis jadinya”. Dari kutipan percakapan penulis itu, penulis dapat merasakan adanya keinginan guru untuk mencetak anak-anak yang memiliki sumber daya manusia yang baik, namun terkendala dengan rasa kasihan dan rasa ketidakpercayaan kepada kemampuan muridnya. Karena ketidakpercayaan yang dimiliki guru inilah yang tentu membuat siswa tambah tidak percaya akan kemampuannya sendiri sehingga terciptalah “tim sukses” ketika Ujian Nasional.
Untuk dapat mengubah format penilai dari angka menuju kata, bisa dimulai dengan guru memberikan ulangan lisan dan memberikan penilaian langsung setelah mendengarkan jawaban dari sang siswa sehingga siswa lain tidak mendengar format penilaian itu dan tidak terjadi persaingan yang hanya untuk mendapatkan nilai tertinggi serta dapat mencegah turunya mental bagi anak yang mendapat nilai rendah. Misalnya siswa itu dapat menjawab tepat seperti yang telah diajarkan mendapat penilaian yang “luar biasa, sangat baik, atau sempurna”, untuk jawaban yang tidak begitu sempurna namun sudah cukup paham mendapatkan “baik, good,” atau kata-kata lain yang dapat membuat anak ini betambah giat belajar, untuk siswa yang menjawab kurang baik mendapat “masih perlu belajar lagi, semangat,” dan bagi siswa yang belum paham samasekali dengan materi yang ditanyakan mendapat penilaian “belum lulus, harus mengulang materi ini, atau memberikan solusi agar anak ini mudah mempelajari materi. Jadi, yang perlu ditekankan adalah jarak antara guru dan siswa harus dekat sehingga siswa dapat terbuka dengan guru, dan guru dapat melakukan pembelajaran dengan kondisi yang bersahabat. Dengan cara ini, penulis berfikir materi akan mudah dikuasai tanpa adanya rasa canggung dan segan kepada guru ketika ada hal yang belum dimengerti.
         Disisi lain, cara pemberian nilai melalui ulangan lisan yang langsung berhadapan dengan guru membuat kesempatan untuk melakukan hal yang curang dapat diminimalisir serta penilaian dilakukan sejak awal proses pembelajaran, dan menentukan nilai anak-anak bukan dari ulangannya saja, tapi sikap serta metode guru harus memperhatikan segi psikis anak agar tidak ada ketidak seimbangan antara ahlak dan kecerdasan.
        Selain itu, pendidikan Indonesia ini juga harus disesuaikan dengan tujuannya, kalau tujuannya jelas maka belajarnya pun jelas. Sistem penjurusan pun harus dilakukan sejak dini ( SD atau SMP) dengan demikian maka lulusan SMP pun sudah bisa mandiri. Hal yang paling utama adalah, orientasi nya jangan hanya terpaku pada nilai atau angka-angka, yang penting itu pemahamannya. Selain itu juga, teori yang selama ini menjadi makanan pokok, seharusnya di Imbangi dengan praktek yang lebih banyak, minimal sama frekuensinya dengan teori atau lebih banyak prakteknya. Jika di lihat dari sejarah, orang-orang pintar dunia itu kebanyakan banyak prakteknya dari pada teori, contohnya: Albert Einstein saja tidak lulus sekolahnya. Dia belajar sendiri dengan uji coba dan praktek.
       Ujian nasional juga harus di hilangkan, mungkin lebih baik jika siswa bisa dinyatakan lulus jika bisa melakukan penemuan-penemuan baru atau bisa mempraktekkan yang telah di pelajarinya. Selain itu, juga diperlukan pendidikan moral dan religius yang banyak bagi pelajar, misalnya: bagi yang muslim, wajib bisa membaca Al-Qur’an, dan sholat lima waktu harus penuh, mungkin ada test khusus saat kelulusan ( tes baca Al-Qur’an,dll ).
       Ada satu sekolah di pedalaman Salatiga, Jawa Tengah yang bernama Qorya Taybah memiliki proses pembelajaran yang sudah dapat di contoh menjadi sekolah yang mulai meninggalkan angka menuju kata. Sekolah ini menerapkan sistem pembelajaran yang disiplin ilmunya sangat tinggi, misalnya ketika mereka belajar tentang pertukangan maka sekolah itu akan memanggil tukang yang sesungguhnya untuk mengajar, sedang untuk pelajaran biologi mereka akan langsung ke Kebun jika belajar tentang tanaman. Sekolah ini terdiri atas SD, SMP, dan SMA. Dan, hal terpenting dari sekolah ini adalah tidak mewajibkan setiap siswa untuk mengikuti UN, namun bagi siswa yang ingin UN bisa pula diikutkan. Jadi, siswa yang lulus disini sudah pasti memiliki ilmu yang tidak diragukan lagi. Referensi mengenai sekolah ini pun telah tertulis rapi dalam sebuah buku dan CD lagu ciptaan siswa-siswa mereka sendiri.
        Untuk dapat meninggalkan angka menuju kata tidak akan begitu sulit jika pemerintah dan jajaran lain yang berhubungan dengan dunia pendidikan mau bekerja sama untuk mengubah pola penilaian yang sudah ada. Sehingga jika pola penilaian ini sudah resmi maka para perusahaan atau tempat kerja lainnya akan mengubah syarat untuk membuka lowongan kerja bagi calon tenaga kerja baru tanpa mewajibkan adanya raport dan ijazah. Disamping itu kesadaran bagi setiap individu baik itu peserta didik maupun pendidik sangat diperlukan agar mereka mau bekerja keras dalam melaksanakan setiap kewajiban mereka sesuai dengan rel yang telah ditentukan. Sehingga pencetakan manusia-manusia intelek di Indonesia akan mudah tercapai.

CURHAT

CURAHAN HATI
Ada banyak hal yang belum ia ketahui dari diriku. Sedang aku sendiri tak mungkin mengatakan kepadanya. Ini bagaikan sebuah drama kehidupan yang sulit untuk kujalani. Bagai sinetron yang episodenya selalu dapat diduga dan akan membosankan dengan kesedihan yang terus melanda sang tokoh utama. Hanya desah nafas yang dalam dapat kulakukan untuk menghilangkan sedikit beban yang membuat hati terasa berat. Ini mungkin hanya gejolak rasa yang di masa pubertas yang baru aku alami, memang benar masa ini sangat sulit dijalani sendiri tanpa ada sesosok orang yang dapat menjadi tempat curahan hati kita dikala tantangan berat itu datang melanda, namun apa daya aku memiliki batas yang harus tetap kujaga agar tetap suci dan terhindar dari noda sekecil apapun. Aku butuh kekuatan lebih untuk mejadi mujahadah nafsu. Tak ada yang bisa membantuku, hanya aku sendiri yang harus berjuang sendiri agar menang dari perang nafsu ini. Keep spirit. 

CITA-CITA, CINTA, DAN CITRA


CITA-CITA, CINTA, DAN CITRA
Oleh: Nurjayanti
Siapa sih didunia ini yang tidak ingin masa depannya cerah? Saya rasa semua orang menginginkan hal itu. Begitupun dengan para remaja SMA yang kepalanya dipenuhi dengan mimpi-mimpi yang begitu tinggi. Bagi sebagian mereka, mimpi atau cita-cita sangatlah penting karena itu merupakan suatu dongkrak untuk meraih masa depan mereka. Namun, tak jarang pula kita masih menemukan siswa yang belum jelas bahkan belum memiliki cita-cita samasekali. Itu merupakan suatu hal yang sangat ironis karena dimasa inilah remaja harus menentukan masa depan mereka. Jika mereka salah dalam mengambil jurusan atau fakultas selanjutnya, maka dapat dipastikan masa depan yang cerah akan sulit digapai.
Remaja, khususnya anak yang duduk dibangku SMA merupaka masa dimana ia mengalami pubertas, sehingga  tidak mengherankan jika banyak anak yang terjebak pada masa yang penuh warna warni ini. Bagi remaja, cinta dimasa SMA merupakan suatu hal yang sangat berkesan dan sulit dilupakan sehingga tak jarang jika anak SMA ini meluangkan banyak waktunya untuk cinta sehingga kewajibannya sebagai siswa pun agak terbengkalai.
Memiliki seorang pacar diSMA ini sepertinya bukan lagi suatu hal yang tabu, karena hampir disetiap sudut sekolah kita dapat melihat dua sejoli yang sedang asiknya mengadu cerita. Menurut hasik penelitian saya, mereka yang memiliki pacar ini kebanyakan tanpa izin orangtua dan karena tanpa izin orangtua inilah tingkat kebohongan mereka pun semakin bertambah, baik itu kepada orangtua, teman, maupun guru-guru mereka. Kebohongan yang sering mereka lakukan pun semakin banyak macamnya, misalnya berbohong kepada orang tua seperti mereka meminta izin untuk mengikuti bimbingan belajar sepulang sekolah ,walaupun sebenarnya ia ada bimbingan namun waktu bimbingan itu dia keluyuran kewarnet bersama pacarnya.
Sangat ironis memang, jika dimasa ini anak SMA  dipenuhi dengan kegiatan yang dapat merusak seperti itu. Jadi, kita tak kaget lagi jika nilai-nilai mereka yang sebelumnya agak bagus menjadi anjlok setelah memiliki pacar. Walaupun demikian, ada juga anak yang menjadikan pacar itu sebagai dorongan untuk tambah giat belajar, namun itu hanya sebagian kecil dari begitu banyak anak yang memiki pacar.
Tapi, janganlah heran, jika kita bertanya kepada teman kita tentang apakah dia pacaran dengan si dia, walaupun kita sering melihat mereka berduaan masih banyak diaantara mereka yang menjawab tidak. Hal seperti itu bisa saja terjadi, karena ada beberapa alasan seperti menjaga citra diri mereka  diantara teman-temannya karena tidak mau dianggap anak yang nakal.
Menjaga citra diri yang saya maksud adalah bagaimana cara seseorang agar dianggap baik oleh sesamanya, misalnya karena ia masuk dalam suatu organisasi sekolah khususnya TARBIYAH CLUB SMAN 1 TAKALAR  yang memang berlatar Islam, ketika mereka tergabung dalam organisasi tersebut mereka telah diajarkan hukum pacaran dalam islam, walaupun sebenarnya ia telah paham jelas tentang hal itu ia tetap saja pacaran, oleh karena itulah mereka merasa perlu menjaga citra diri mereka didepan teman-teman mereka dengan cara tidak mengakui dirinya telah memiliki pacar.
Dari hasil wawancara saya kepada beberapa teman, menurut mereka memiliki pacar sebelum menikah itu penting karena itu merupakan suatu tahap penjajakan kita kepada seseorang untuk lebih mengenal karakter mereka. Rasa suka terhadap seseorang rata-rata mereka telah mengalaminya, namun mereka belum pernah pacaran karena masih merasa belum cukup umur untuk menjalaninya. Namun pendapat seperti itu, hanya dapat kita kita temukan di anak yang memerhatikan cita-cita dan prestasinya.
Ketika kita ingin menyatukan cita-cita, cinta, dan citra, itu diperlukan usaha yang tinggi, namun tidak ada yang tidak mungkin ketika kita masih mau berusaha dan melakukannya dengan pendekatan religius, dan tetap patuh pada nasehat orangtua.

DEBAT



Debat

            Debat merupakan suatu latihan atau praktek persengketaan atau kontroversi. Debat merupakan suatu argumen untuk menetukan baik tidaknya suatu usul tertentu yang didukung oleh satu pihak yang disebut pendukung atau afirmatif, dan ditolak, disangkal oleh pihak lain yang disebut penyangkal atau negatif. Biasanya ada dua tim yang masing-masing memiliki tiga orang anggota.  Sang pendebat harus bersiap sebaik mungkin seperti halnya pembicara dimuka umum dan yang tidak kurang pentingnya ialah bahwa ia harus siap menyesuaikan bahannya untuk menemui serta menangkis argumen yag dikemukakan oleh lawannya.
A.    Penggunaan Debat
Dalam masyarakat demokratis, debat memegang peranan penting dalam perundang-undangan misalnya apabila ada amademen-amandemen yang diterima dan selanjutnya rancangan undang-undang yang telah diamandemen itu akan menjadi bahan/masalah perdebatan, dalam politik misalnya debat-debat bersama dalam kampanye politik memudahkan para pemilih dapat mengetahui rencana kerja para calon apakah menguntungkan atau tidak jika kelak dia terpilih menjadi pemimpin, dalam perusahaan (bisnis) misalnya dewan pimpinan dan komite-komite eksekutif dalam suatu perusahaan mempergunakan juga debat untuk memperoleh keputusan dalam berbagai kebijaksanaan, dalam hukum misalnya dalam kanto-kantor pengadilan kehidupan seseorang seringkali ergantung pada debat yang terjadi antara pihak penuntut dan pembela dimuka dewan juri atau hakim , dan dalam pendidikan misalnya pada perguruan tinggi atau universitas debat telah menjadi suatu sarana penting untuk memperkenalkan komunitas atau masyarakat tersebut dengan masalah-masalah yang sedang hangat diperbincangkan dalam kehidupan sehari-hari.

B.     Jenis-jenis Debat
1)      Debat parlementer/majelis (assembly or parlementary debating)
Bertujuan untuk memberi dan menambah dukungan bagi undang-undang tertentu dan semua anggota yang ingin menyatakan pandangan dan pendapatnya; debat parlementer merupakan ciri badan legislatif.
2)      Debat pemeriksaan ulangan untuk mengetahui kebenaran pemeriksaan terdahulu (cross-examination debating)
Bertujuan untuk mengajukan serangkaian pertanyaan yang satu dan yang lainnya berhubungan erat, yang menyebabkan para individu yang ditanya menunjang posisi yang hendak ditegakkan dan diperkokoh oleh sang penanya; debat pemeriksaan ulang adalah suatu tehnik yang dikembangkan dikantor-kantor pengadilan.
3)      Debat formal, konvensional, atau debat pendidikan (formal, conventional, or education debating)
Bertujuan untuk memberi kesempatan bagi dua tim pembicara untuk mengemukakan kepada para pendengar sejumlah argumen yang menunjang atau yang membantah suatu usul; debat formal didasarkan pada konversi-konversi debat bersama secara politis.

C.     Syarat-syarat Susunan Kata Proposisi
Proposisi atau usul menentukan ruang lingkup dan pembatasan-pembatasan suatu perdebatan. Bergantung kepada tipe debat yang dilaksanakan, maka suatu usul mungkin merupakan suatu mosi, suatu resolusi, atau suatu rancangan undang-undang yang akan diputuskan oleh suatu majelis parlementer. Syarat-syarat susunan proposisi yaitu:
1)      Kesederhanaan
2)      Kejelasan
3)      Kepadatan
4)      Susunan kata afirmatif
5)      Pernyataan deklarasi
6)      Kesatuan
7)      Usul khusus
8)      Bebas dari prasangka
9)      Tanggungjawab unuk memberikan bukti yang memuaskan terhadap afirmatif

D.    Pokok-pokok Persoalan
Untuk memperoleh pokok-pokok persoalan yang menarik serta merangsang bagi suatu perdebatan, sepatutnyalah pembicara mempertimbangkan masak-masak mengapa usul atau proposisi yang dikemukakannya merupakan masalah penting bagi perdebatan pada saat ini. Terhadap usul-usul yang ada kaitannya dengan kebijaksanaan, biasanya tiga persediaan pokok persoalan dapat dimanfaatkan, yaitu:
1)      Apakah diperlukan suatu perubahan?
2)      Apakah usul itu menawarkan suatu perubahan terbaik yang mungkin dibuat?
3)      Apakah usul itu memberi kerugian-kerugian yang lebih besar ketimbang keuntungan-keuntungan yang diharapkan?
Kalau ternyata pihak negatif setuju dengan pihak afirmatif dalam hal perlunya mengadakan suatu perubahan, meka selanjutnya pertanyaan kedua dan ketiga sajalah yang merupakan pokok persoalan yang ada hubungan dengan manusia itu.

E.     Persiapan  Laporan Singkat
Suatu laporan singkat merekam bentuk kalimat uraian atau analisis lengkap mengenai usul yang diajukan oleh pembicara; laporan singkat itu memudahkan pembicara menguji kecermatan persiapannya, kecerahan penalarannya, dan ketetapan fakta-faktanya. Setiap laporan singkat afirmatif dan negatifnya sendiri-sendiri untuk mengetahui sepenuhnya keseluruhan kasus bagi kedua belah pihak. Para anggota suatu tim perdebatan dapat mempersiapkan laporan singkat mereka berdasarkan suatu prinsip kerja sama.
1.      Bentuk dan Pengembangan Laporan
Semua kegiatan laporan singkat tersebut hekdaklah mempergunakan simbol-simbol yang tetap, susunannya antara lain: angka-angka Romawi, huruf-huruf kapital, angka-angka Arab, huruf-huruf non kapital. Dalam pendahuluan hubungan maju langkah demi langkah dari umum ke khusus; dalam isi, hubungan itu maju langkah demi langkah dari generalisasi-generalisasi menuju penalaran-penalaran terhadap fakta-fakta. Baris kedua dan ketiga dari pernyataan dibuat menjorok ketengah.
2.      Bagian-bagian Laporan
Pada umumnya suatu laporan terdiri atas tiga bagian, yaitu:
a)      Pendahuluan
Menguraikan secara rinci hal-hal berikut:
1)      Alasan-alasan pengadaan diskusi
2)      Asal-usul dan sejarah masalah
3)      Batsan istilah-istilah
4)      Hal-hal yang tidak relevan
5)      Masalah yang diakui/diterima
6)      Masalah yang dibuang/disingkirkan
7)      Pendirian-pendirian utama pihak afirmatif dan pihak negatif
8)      Poko-pokok persoalan utama
9)      Pembagian argumen-argumen pihak afirmatif dan pihak negatif
Segala permasalahan  diajukan sebagai pertanyaan-pertanyaan tetapi kalimat-kalimat lainnya dinyatakan sebagai pernyataan-pernyataan yang tegas.
b)      Isi
Isi laporan membuat argumen-argumen dan fakta-fakta penunjang bagi pihak negatif. Argumen-argumen utama merupakan jawaban-jawaban pihak afirmatif dan negatif terhadap pokok-pokok persoalan tersebut. Bagian yang berkenaan dengan afirmatif diuraikan secara lengkap selanjutnya diikuti oleh bagian negatif.

c)      Kesimpulan
Kesimpulan laporan mengikhtiarkan secara berurutan argumen-argumen utama dalam bentuk “anak kalimat sebab” atau “klausa selagi” yang diikuti atau “maka dengan demikian” sebagai klausa atau anak kalimat utama. Bagian afirmatif dan bagian negatif masing-masing mempunyai kesimpulan sendiri, yang jelas bertentangan antara yang satu dengan yang lainnya.

F.      Persiapan Pidato Debat
Para anggota debat haruslah mempersiapkan dua jenis pidato yang berbeda, yaitu:
a)      Pidato konstruktif; pidato yang membangun/berguna (contructive speech)
Setiap anggota debat haruslah merencanakn suatu pidato konstruktif yang diturunkan dari argumen-argumen dan fakta-fakta dalam laporannya serta disesuaikan atau diadaptasikan baik dengan kebutuhan-kebutuhan para pendengarnya maupun kepada argumen-argumen yang mungkin timbul dari para penyanggahnya. Pidato-pidato hendaklah tetap bersifat fleksibel pada pendahuluan sanggahan kalau perlu dan juga bagi kesinambungan penyesuaian terhadap argumen-argumen yang dikemukakan oleh oposisi.
b)      Pidato sanggahan, pidato tangkisan; pidato sangkalan (rebuttal speech)
Dalam pidato sanggahan tidak diperkenankan adanya argumen-argumen konstruktif yang baru. Akan tetapi, fakta-fakta tambahan demi memperkuat yang telah dikemukakan dapat diperkenalkan dalam mengikhtisarkan kasus tersebut. Pidato sanggahan tidak dapat dikatakan baik dan sempurna kalau ternyata gagal memperlihatkan kekuatan kasus tersebut secara keseluruhan. Sang pembicara hendaknya mengakhiri serta menyimpulakn pembicaraannya dengan cara mengarahkan kembali perhatian para pendengar kepada pokok-pokok persoalan utama dalam perdebatan itu dan jalan memperlihatkan secara khusus bagaimana pembuktiannya menjawab masal-masalah tersebut secara lebih memuaskan ketimbang yang dilakukan oleh kasus penentang atau oposisisnya itu.
G.    Sikap dan Teknik Berdebat
Seorang pendebat haruslah bersifat rendah hati, wajar, ramah, dan sopan tanpa kehilangan kekuatan dalam argumen-argumennya. Dia harus menghindarkan pernyataan yang berlebih-lebihan terhadap kasusnya dan mempergunakan kata-kata dan ekspresi-ekspresi yang samar-samar yang tidak dikehendaki oleh fakta-faktanya dengan perkataan lain justru tidak menunjang kasus yang dikemukakannya. Pada setiap peristiwa pembicara harus mengingat bahwa tujuan utamanya adalah komunikasi langsung dan persuasif dengan para pendengarnya. Harus dijaga benar-benar agar tujuan utama ini jangan tersingkir oleh hal-hal kecil yang tidak penting sama sekali.

H.    Keputusan
Dalam suatu badan legislatif, keputusan terhadap suatu perdebatan diadakan dengan car pemungutan suara (voting) atau mosi, resolusi, atau rancangan undang-undang. Dalam perdebatan politik, keputusan diadakan dengan cara pemilihan atau penggagalan calon. Dalam kantor pengadilan, keputusan merupakan putusan yang diambil oleh hakim atau juri. Dalam bidang usaha atau bisnis, keputusan merupakan resistensi (hak tetap memiliki) atau perubahan suatu kebijaksanaan. Tetapi perdebatan yang berhubungan dengan pendidikan, keputusan-keputusan mempunyai jenis yang beraneka ragam. Sebenarnya, beberapa perdebatan diadakan tanpa suatu keputusan resmi.
1.      Jenis-jenis Keputusan pada Perdebatan Antarperguruan Tinggi
a)      Keputusan oleh para pendengar (decision by the audience)
b)      Keputusan oleh para hakim (decision by judges)
c)      Keputusan dengan kritik (decision by critique)
2.      Perdebatan Tanpa Keputusan Resmi
Banyak perguruan tinggi yang lebih mengutamakan perdebatan tanpa keputusan karena mereka ingin memusatkan perhatian terhadap pemberitahuan atau pelaporan kepada para pendengar saja.
3.      Pentingnya Keputusan
Keputusan-keputusan yang curang yang diambil oleh para hakim yang tidak mahir akan teknik-teknik perdebatan dengan mudah dapat mengecilkan hati para (maha) siswa yang ingin mencoba menjadi pembicara yang cerdas mengenai masalah-masalah umum, dan yang ingin mempelajari norma etis prifesional terhadap apa yang benar dan apa yang salah dalam perdebatan.
  
I.       Turnamen Debat
Sebagai suatu cara untuk memberi kesempatan yang banyak bagi para anggota debat untuk mengadakan praktek terhadap usul tunggal suatu perdebatan, dan untuk mencobakan argumen-argumen mereka pada beberapa tim lawan yang berbeda-beda maka jelas bahwa turnamen debat mempunyai beberapa nilai yang berhubungan dengan pendidikan.
1.      Prosedur Turnamen Debat
Prosedur yang lazim bagi suatu turnamen ialah bahwa salah satu perguruan tinggi yang turut bertanding mengundang beberapa lembaga atau institusi untuk mengirimkan suatu tim afirmatif dan suatu tim negatif bagi perdebatan mengenai tema yang telah ditetapkan kekampus perguruan tinggi tersebut.  Setiap perdebatan ditentukan atau diputuskan oleh satu orang hakim, baik dengan maupun tanpa kritik.
2.      Masalah-masalah dalam Turnamen Debat
Yang menjadi masalah pokok dalam turnamen debat ini adalah menemukan sejumlah hakim yang cukup berwewenang untuk memberikan keputusan-keputusan dan kritik-kritik yang akan mendapat respek.

J.       Norma-norma dalam Berdebat dan Bertanya
1.      Norma-norma dalam Berdebat
a)      Pengetahuan yang sempurna mengenai pokok  pembicaraan;
b)      Kompetensi atau kemampuan menganalisis;
c)      Pengertian mengenai prinsip-prinsip argumentasi;
d)     Apresiasi terhadap kebenaran fakta-fakta;
e)      Kecakapan menemukan buah pikiran yang keliru dengan penalaran;
f)       Keterampilan dalam pembuktian kesalahan;
g)      Pertimbangan dalam persuasi; serta
h)      Keterarahan, kelancaran, dan kekuatan dalam cara/ penyampaian pidato.
2.      Norma-norma dalam Bertanya
a)      Mengetahui segala sesuatu secara sempurna sebelum mengajukan pertanyaan.
b)      Bersungguh-sungguh mencari informasi
c)      Jangan meguji pembicara
d)     Singkat dan tepat
e)      Jangan berbelit-belit
f)       Bersihkan pertanyaan dari prasangka emosional
g)      Ajukan pertanyaan-pertanyaan dengan sikap wajar
h)      Pertanyaan kita harus memiliki tujuan
i)        Ajukan pertanyaan-pertanyaan khusus
j)        Hindarkan jauh-jauh cara berfikir yang tidak masuk akal.

 





Assalamualaikum wr.wb

Salam bahagia untukmu kawan :)


Nelumbo nucifera

LOTUS

LOTUS

Blogger news

Takalar Blogger Community

"berjalan"

"berjalan"
Diberdayakan oleh Blogger.

Popular Posts

Pengikut

Mengenai Saya

Foto saya
doakan menjadi perempuan yang amanah dengan tanggung jawabnya, menjadi pembelajar sejati, dan terus berproses hingga kesempurnaan. doakan lotus!