Untuk sepersekian detik yang telah ku lalui, tepat dipenghujung
agustus tahun 2015 aku merasa beban yang diamanahkan kepadaku semakin berat
saja. Siang tadi asam lambungku meningkat, mulanya mual dan kepala pusing
hingga akhirnya harus kuihlaskan seluruh isi lambungku keluar. Siang tadi juga bertepatan dengan penerimaan
mahasiswa baru, itu berarti kini aku menjadi mahasiswa yang cukup senior dan
ditunggu kapan tanggal yudisiumnya.
Ada banyak masalah yang rupaya akan mengiringi langkahku
memasuki usia 21 tahun ini. Beban hidup yang aku dengar dan saksikan di
film-film kini menjadi bagian kisah hidupku juga. Cukup membuatku stress yang mungkin
menjadi salah satu racun ampuh yang menambah mual dan sakit kepalaku membuncah
hingga kutulisakan kisah ini.
Kuputuskan untuk berbagi dengan cara seperti ini, sebab tak ada
cara lagi yang dapat kulakukan untuk menyampaikan semuanya kepada semuanya. Lebih
tepatnya aku tak tahu siapa orang yang dapat kupercaya dan nyaman ku ajak
bercerita.
Terlalu banyak masalah mungkin, hingga untuk memulai cerita
agak bingung aku mulai dari mana.
Mungkin yang terdekat dulu, kamu tahu sekarang aku masih
terisak, sisa tangis aku yang sangat menekan tenggorokanku, itu sakit. Aku semakin
binggung dengan tingkah sang ayah, dia nampaknya makin hilang saja dari
sosoknya yang sangat kubanggakan itu. Entah apa yang membuatnya seperti
ini. Cukup mendengar cerita ibu ku di
line telepon aku menjadi sakit. Harusnya kamu tahu aku sangat peduli dan sangat
sayang dengan kalian. Jangan buat diri
kita sama-sama menderita.
Sering kali ada adik kelas aku yang meminta pendapat kepadaku
ketika ia menceritakan masalah keluarganya, mungkin juga keuangannya hingga ia terancam harus putus kuliah. Sebenarnya
aku tidak begitu respect dengan
ceritanya, sebab aku tahu diriku tidak lebih baik darinya. Hanya jawaban sederhana yang sering aku
sampaikan, misalnya cukup dengan melihat kebawah, maka kita tak perlu putus
asa, ada banyak orang yang nasibnya lebih tak seberuntung kita dapat
menyelesaikan masalahnya dengan baik, dan bahkan menjadi pemenang. Sedang kita
apalah daya, mungkin benar, pura-pura bahagia itu banyak energy teman-teman.
Belum lagi tadi siang aku sangat stress karena hingga senin tadi aku belum juga bisa ikut ujian
susulan. Aku sudah bicara dengan dosen pengampuhnya, tapi ia marah mendengar
alasanku tidak sempat ikut ujian kamis lalu. Bahkan ia masuk ke ruangan dosen pembimbingku,
dosen pembimbingku langsung menanyakan kepadaku siapa yang meninggal, ku jawab
itu keluarga.
Memang benar, yang meninggal itu keluarga, ayah dari teman
aku yang sudah aku anggap lebih dari keluarga. Hari itu juga saat ku dengar
kabar kepergian ayahnya secara tiba-tiba aku bertiga, amma dan resna langsung
meluncur ke Palopo yang jaraknya butuh 8 jam perjalanan. Keputusan ini kuambil
sebab ini tentang rasa peduli dan rasa pacce
yang di junjung tinggi anak Makassar. Aku jadi teringat dengan kisah di film
3Idiots, dimana ada masa dikatakana bahwa ada banyak ujian, tapi ayah cuma satu.
Itulah kenapa , kadang aku merasa harus melihat dunia lebih
tegar lagi, mungkin sudah waktunya diumur menjelang 21 tahun ini aku harus
belajar lebih banyak tentang memposisikan diri dalam kehidupan ini. Aku jadi
sangat tersentuh dengan kutipan kak Hasrul dipenghujung breafing panitia DIklat sore tadi, ia mengatakan bahwa kita harus
sadar bahwa kita hidup di dunia, bukan di surga. Sebab di surga hanya hal-hal
baik yang akan terjadi, sedang kita hidup di dunia maka harus menerima dan
bersiap menjalani kehidupan tak selamanya baik ini.
31 Agustus 2015
Sakit yang harus
kubagi. Maafkan!