Sore ini dia bercerita lagi dari balik layar nyata kehampaan
ini
Dia menemuiku dan berucap kalimat yang sendu
Ia sedang bersedih dengan pesona yang tetap tak pudar di
hadapanku
Ia bersedih dengan resahnya yang tak kunjung terobati
Seperti biasa, seperti detak detik sebelumnya
Aku tak mampu berucap dan hanya berdiam
Aku hanya ingin seperti spons pencuci piring
Mengusap dan meresapkan semua keluhnya
Membersihkan setiap peluhnya
Kamu tahu, aku adalah spons
Jika sampai pada titik batasnya
Maka aku harus diperas untuk dapat lagi meresap lukanya
Inilah cara mengurangi beban didalam tubuh spons
Menulis adalah cara terbaikku
Aku merdeka, karena setiap kata itu merdeka
Dengan beban yang menetes dari setiap pori spons
Aku juga mencoba mengikhlaskan
Mengikhlaskan rasa yang dia miliki untuk sosok lain
Tahukah engakau, kisah ini terulang dengan cara yang sama
dengan sosok yang berbeda
Meski tak identik, ini cukup mengingatkanku tentang pesona
yang dulu pernah ada yang kini mulai memudar
(Makassar, 6 Januari
2013: 17.41)
Diatas kasur berselimut
kain merah,
Masih dengan suara
rintik hujan sebagai musik pengiring.
0 komentar:
Posting Komentar